Sunday, December 9, 2007

“Rp.88,35 Trilliun Reksadana” Cara Orang Kaya menumpuk kekayaan”

Pada awal tahun 1998 Indonesia mengalami krisis multi dimensi, yang paling parah adalah sector ekonomi yang baru mulai pulih setelah 4 tahun di hantam badai kerusuhan.

Inflasi melambung mencapai titik tertinggi-nya dan nilai tukar mata uang anjlok ke nilai terendah sampai dilevel 12.000 per dollar pada Jan 1998, suatu nilai yang membuat fundamental ekonomi Indonesia hancur.

Seiring dengan berjalannya waktu, pemilu 1999 membuat secercah harapan bagi banyak pihak, sayang momentum demokrasi ini masih harus dibayar mahal, karena bobroknya fundamental pilar demokrasi yang lainnya seperti hukum, birokrasi, dan pemerintahan.

Perekonomian mulai menunjukan perbaikan yang berarti mulai awal tahun 2002 kepercayaan investor berangsur – angsur pulih ini tercermin dari data pasar Reksadana, kita bisa melihat bagaimana sector keuangan dan perbangkan dapat pulih segera.

Indonesia Ekonomi 12/Juli/2007

IHSG (point) 2,795.40 JIBOR (%) 7.85

Mnyk Dunia ($/Brl) 90.46 SIBOR (%) 4.68

Kurs Tgh.BI ($/Rp) 9,240.00 LIBOR (%) 4.66

SB Deposito(%) 7.83

Sumber: Blomberg,Bussines News

Lihat: Fundamental ekonomi kita saat ini dengan penguatan pasar saham yang terus menciptkan rekor baru dalam transaksinya, tingkat suku bunga SBI yang terus turun sampai di level 8%, turun 25 basis poin pada awal minggu ini, dan kurs nilai mata uang yang stabil di angka 9.200-9.400 rupiah.

Pertumbuhan Reksadana Indonesia : (S/d Nov 2007)

Nilai Aktiva :

Tahun 2002 Rp. 13,74 Trilliun

Tahun 2003 Rp. 67,36 Trilliun

Tahun 2004 Rp. 101,23 Trilliun

Tahun 2005 Rp. 31 Trilliun

Tahun 2006 Rp. 53 Trilliun

Tahun Nov 2007 Rp. 88,35 Tilliun

Sumber : www.bapepamlk

Investor mulai kembali, kepercayaan public mulai tinggi dan dana – dana yang diparkir di luar negri mulai banyak yang di investasikan kembali ke Indonesia, sayangnya akibat kebijakan pembatasan penjaminan oleh Bank Indonesia, tingkat kepercayaan masyarakt pun sempat hancur kembali di awal tahun 2005, terjadi rush besar-besaran di reksadana nilai aktiva besih melorot tajam dan masyarakat banyak yang mengalihkan dananya kepada sector investasi riil.

Sektor riil pun bukan tanpa kendala, banyak orang gagal dalam investasi riil, banyaknya kasus penipuan berkedok investasi membuat orang juga semakin ngeri berinvestasi. Saat ini investor dituntut untuk semakin cerdas dalam mengelola dana-dananya.

Satu hal yang tetap orang kaya lalukan adalah menjadi cerdas untuk melakukan survey kecil sebelum dana investasinya di tanamkan. Karena perbedaan tingkat suku bunga sangat berpengaruh besar pada hasil investasi, dan reksadana bagi sebagian orang kaya saat ini menjadi primadona untuk menginvestasikan uang nya, selain pasar uang (Forex) dan saham (IHSG).

Mengapa reksadana menjadi pilihan yang tepat untuk berinvestasi karena investor tidak perlu report untuk memantau pergerakan harga setiap hari yang membuat diri nya kadang menjadi stress dan frustasi. Melalui manager-manager investasi yang berpengalaman dan memiliki jam terbang tinggi dana investasi nya dapat lebih memberikan return investasi yang optimal.

APBN 2007 (dlm triliun)

Pend. Negara 723,06

Pen. Perpajakan 509,46

Pen. Bukan Pajak 210,92

Hibah 2,66

Belanja Negara 763,57

Belanja Pem. Pusat 504,77

Belanja Daerah 258,79 Pembiayaan (40,51)

Dalam negeri 55,06

Luar Negeri (14.55)

Sumber: APBN Th.2007

Mari kita bandingkan APBN Indonesia yang sebesar 723 Trilliun, dengan nilai investasi total reksadana yang besarnya 88,35 Trilliun, persentase reksadana berbanding APBN berarti lebih dari 12%, dana ini di invetasikan / di optimalisasikan kembali oleh orang – orang kaya untuk menghasilkan penghasilan dengan kembali berinvestasi di Reksadana atau Unit Link.

Begitulah orang kaya membangun kebebasan finansialnya, dengan mengikuti program unit link, reksadana, saham, forex, option dan index future. Sehingga mereka dapat menumpuk kekayaan dan hidup lebih sejahtera.

Ingin belajar lebih jauh untuk memulai merencanakan financial keuangan Anda ? cara mudah dan ringan, kunjungi situs kami di www.lifejacket-online.com , cara Orang Kaya memupuk kekayaannya ada di sini.

Monday, November 26, 2007

Solusi Kemacetan Jakarta

Jakarta dengan 8.792.000 penduduknya (data 2004) akan bertambah menjadi 17 juta penduduk pada saat jam kerja dimulai, banyak pekerja dari kota - kota pinggiran Jakarta seperti Bogor, Tagerang, Bekasi, dan Depok berlomba memasuki ibukota setiap pagi, dengan mengunakan semua moda trasportasi yang ada.

Bertambahnya jumlah pemilik kendaraan dan tidak bertambahnya kapasitas dan panjang jalan yang ada di sinyalir berkontribusi yang signifikan terhadap kemacetan. Saat ini saja jumlah kendaraan bernomor polisi B (Jakarta) berjumlah 6.506.244 unit dan 1.464.626 unit di antaranya merupakan jenis mobil berpenumpang (data tahun 2003), dan berdasarkan data dari pusat data tempo setiap harinya terdapat 138 pemohon STNK baru di Jakarta, dimana seharusnya diimbangi dengan bertambahnya jumlah panjang jalan sepanjang 800 meter setiap harinya.

Solusi kemacaetan kota Jakarta sudah sejak lama di pikirkan terutama menjelang tahun 2014 yang apabila pertumbuhan jumlah kendaraan tidak di imbangi dengan bertambahnya panjang jalan maka akan terjadi stagnasi pada tahun 2014. Solusi yang di usulkan juga tidak kalah bagusnya mulai dari pembangunan monorail, subway, busway, pembatasan jumlah pemilik kendaraan, zona 3 in 1, plat nomor polisi ganjil / genap, sampai moda trasportasi sungai, kendalanya dari semua usulan ini selain masalah kurang konsistennya kebijakan, ketegasan aparat, dan juga masalah pendanaan sehingga solusi kemacetan Jakarta ini dirasakan seperti jalan ditempat.

Saat ini dibutuhkan ketegasan dan keberanian pemimpin pemerintahan untuk mengambil sikap menjadi populis atau tidak populis demi solusi kemacetan yang harus segera teratasi. Karena kemacetan di Jakarta menghabiskan sumber daya yang besar dan terbuang percuma sampai 17 Trilliun rupiah per tahunnya, selain dampak sosialnya yang bekepanjangan dengan membuat tingkat kecerdasan dan kesehatan masyarakat Jakarta menjadi menurun akibat gas buang kendaraan bermotor.

Solusi yang segera harus dilakukan adalah melakukan kebijakan pengenaan “Pajak Kemacetan” yang besarnya sebesar Rp.10.000,- per hari atau Rp.250.000,-/ bulan bagi setiap pemilik kendaraan ber plat nomor B dan mengenakan “Pajak Oprasional” kendaraan berplat nomor daerah yang digunakan untuk oprasional di kota Jakarta setiap hari, yang besarnya sama dengan pajak kemacetan.

Potensi penerimaan pajak kemacetan dan orasional adalah 5.041.618 unit kendaraan pribadi x Rp.10.000,- x 25 hari kerja + (25% jumlah kendaraan pribadi berplat daerah x Rp.25.000) = 1.260.404.500.000,- + 315.101.130.000 = 1.575.505.600.000,- per bulan. Atau Rp.18 triliun per tahun, ini hamper sama dengan APBD Jakarta yang besarnya Rp. 20 trilliun, apabila dana sebesar ini digunakan untuk membangun jaringan trasportasi kota Jakarta maka kemacetan trasportasi di Jakarta akan segera teratasi, dan dana APBD yang ada dapat dioptimalkan untuk dipergunakan di sector yang lainnya yang juga perlu diperhatikan.

Semoga Gubernur dan wakil guberbur Jakarta berani mengambil kebijakan tidak populis ini, demi kemaslahatan kita bersama.

Sunday, November 25, 2007

Sabot (Alas kaki) Sabotase

Kita tahu di dunia persandalan sabot dan kelom adalah identik, orang sunda menyebut alas kaki yang terbuat dari kayu nangka dengan sebutan kelom atau bakiak. Orang Belanda yang negaranya berada di bawah air sehingga membutuhkan alas kaki yang anti rusak, tahan lama dan cukup kuat untuk digunakan di daerah berair/becek, salju dan tanah, makanya orang belanda menciptakan sebuah sandal dari kayu yang disebutnya Sabot.


Lantas kenapa dari kata Sabot ini menjadi terkenal dan mendunia, padahal asal kata tersebut memiliki arti sebuah produk untuk digunakan sebagai alas kaki. Kita tahu “pada jaman Revolusi Industri” sejak ditemukannya mesin-mesin tekstil, industri tekstil sangat maju di Eropa Barat terutama Inggris dan France, kapasitas di optimalkan, harga di tekan semakin murah karena metoda prosuksinya yang telah mengunakan otomatisasi kerja. Sampai lahir lah gerakan kaum buruh yang meminta kenaikan upah buruh karena terlalu kecil.


Para pemilik mesin / kaum kapitalis tentu saja sangat tidak suka dengan tuntutan para buruh, maka timbulah perlawanan dari kaum buruh agar tuntutan mereka dipenuhi. Apa yang mereka lakukan sebagai bentuk perlawanan kepada pemilik mesin adalah dengan melakukan tindakan pengrusakan terhadap mesin-mesin tekstil tersebut yaitu memasukan Sabot (sandal orang Belanda) kedalam mesin sehingga mesin tersebut sehingga mangalami kerusakan dan kemacetan. Akibatnya kaum kapitalis ‘meradang’ karena banyak mesin yang rusak dan tidak dapat berproduksi sementara upah buruh harus tetap dibayarkan.


Tindakan pengrusakan mesin mesin tekstil ini oleh kaum buruh dengan memasukan Sabot ke dalamnya yang kita kenal sekarang ini dengan kata Sabotase.