Jakarta dengan 8.792.000 penduduknya (data 2004) akan bertambah menjadi 17 juta penduduk pada saat jam kerja dimulai, banyak pekerja dari kota - kota pinggiran Jakarta seperti Bogor, Tagerang, Bekasi, dan Depok berlomba memasuki ibukota setiap pagi, dengan mengunakan semua moda trasportasi yang ada.
Bertambahnya jumlah pemilik kendaraan dan tidak bertambahnya kapasitas dan panjang jalan yang ada di sinyalir berkontribusi yang signifikan terhadap kemacetan. Saat ini saja jumlah kendaraan bernomor polisi B (Jakarta) berjumlah 6.506.244 unit dan 1.464.626 unit di antaranya merupakan jenis mobil berpenumpang (data tahun 2003), dan berdasarkan data dari pusat data tempo setiap harinya terdapat 138 pemohon STNK baru di Jakarta, dimana seharusnya diimbangi dengan bertambahnya jumlah panjang jalan sepanjang 800 meter setiap harinya.
Solusi kemacaetan
Saat ini dibutuhkan ketegasan dan keberanian pemimpin pemerintahan untuk mengambil sikap menjadi populis atau tidak populis demi solusi kemacetan yang harus segera teratasi. Karena kemacetan di
Solusi yang segera harus dilakukan adalah melakukan kebijakan pengenaan “Pajak Kemacetan” yang besarnya sebesar Rp.10.000,- per hari atau Rp.250.000,-/ bulan bagi setiap pemilik kendaraan ber plat nomor B dan mengenakan “Pajak Oprasional” kendaraan berplat nomor daerah yang digunakan untuk oprasional di kota Jakarta setiap hari, yang besarnya sama dengan pajak kemacetan.
Potensi penerimaan pajak kemacetan dan orasional adalah 5.041.618 unit kendaraan pribadi x Rp.10.000,- x 25 hari kerja + (25% jumlah kendaraan pribadi berplat daerah x Rp.25.000) = 1.260.404.500.000,- + 315.101.130.000 = 1.575.505.600.000,- per bulan. Atau Rp.18 triliun per tahun, ini hamper sama dengan APBD Jakarta yang besarnya Rp. 20 trilliun, apabila dana sebesar ini digunakan untuk membangun jaringan trasportasi
Semoga Gubernur dan wakil guberbur